Monday, September 23, 2013

Mina



Mina adalah lokasi di Tanah Haram yang didatangi oleh jamaah haji pada tanggal 8 Dzul Hijjah atau sehari sebelum pelaksanaan Wukuf di Arafah. Mereka tinggal di sini sehari dan semalam penuh sehingga dapat melaksanakan shalat Dzuhur. Ashar, Maghrib, Isya’, dan Subuh. Kemudian, setelah shalat Subuh tanggal 9 Dzul Hijjah mereka berangkat ke Arafah. Amalan ini seperti yang dilakukan Rasul Allah ketika beliau beliau berhaji dan hukumnya sunnah. Mereka masuk ke Mina lagi dan tinggal di sini setelah Wukuf di Arafah sampai tanggal 12 atau 13 Dzul Hijjah.
Keperluan mereka di sini setelah Wukuf di Arafah adalah untuk bermalam di malam hari dan melempar Jumrah pada siang hari yaitu tanggal 10, 11, 12 Dzul Hijjah untuk mereka yang ber-Nafar Awal, dan tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah bagi mereka yang ber-Nafar Tsani. Dua amalan ini (bermalam dan melempar Jumrah) adalah termasuk amalan Wajib Haji.
Kalau diartikan secara harfiah, Mina berarti tempat tumpahan darah binatang yang disembelih. Ini sesuai dengan kenyataan yang berlaku bahwa di daerah ini setiap tahun disembelih sekitar satu juta ekor binatang yang terdiri dari unta, sapi, dan kambing. Maka, kawasan 9 km di sebelah timur Masjidil Haram ini diberi nama Mina.
 Kawasan ini pada hari-hari biasa kosong tidak berpenduduk walaupun tampak banyak bangunan permanen. Namun pada setiap tanggal 10 Dzul Hijjah dan beberapa hari sebelum dan sesudahnya pasti dipadati tidak kurang dari dua juta orang jamaah Haji dan lainnya.
Kawasan ini sebetulnya tidak luas, hanya panjangnya dari arah Makkah dibatasi Jumrah Aqabah dan dari arah Arafah dibatasi Wadi Muhasir yang mana dikedua tempat itu oleh pemerintah Arab Saudi  ditandai dengan petunjuk yang ditulis dengan berbagai bahasa jaraknya sekitar 3,5 Km. Adapun lebarnya dibatasi oleh dua buah bukit yang berhadap-hadapan yang berarti di balik kedua bukit itu adalah di luar Mina. Namun menurut fatwa Ketua Majelis Ulama Arab Saudi, daerah Mu’aisim adalah masuk kawasan Mina. Wallahu A’lam.
Mina termasuk tempat ibadah sebagaimana Arafah, karena tidak sah hukumnya bermalam di luar Mina sebagaimana tidak sah Wukuf di luar Arafah. Jadi sebenarnya tanah di sini tidak boleh dimiliki perorangan sebagaimana Masjid, dan yang boleh adalah menempati untuk keperluan ibadah dalam masa ibadah saja. Sesuai dengan riwayat Aisyah, istri Nabi, “Ya Rasul Allah, perlukah kami buatkan rumah di Mina untuk Anda berteduh?”. Rasul menjawab, “Jangan! Sesungguhnya Mina adalah tempat duduk orang yang lebih dulu datang”.
Melihat larangan Nabi di atas, maka masyarakat mendukung rencana Raja Fahd yang  meratakan Mina kemudian membangun semacam bangsal raksasa beberapa floor memanjang di sebelah kiri dan kanan Jumrah yang dilengkapi dengan segala sarana termasuk, air, listrik, telepon, restoran, poliklinik, Escalator, dan AC. Di bagian atas ditutup dengan roofing tenda raksasa seperti di terminal haji airport Jeddah. Bangunan ini direncanakan dapat menampung 4 juta orang.

TEMPAT-TEMPAT PENTING DI MINA
1.      Jamarat (Jumrah Aqabah, Jumrah Wusta, Jumrah Ula)
2.      Al-Manhar (Jabal Qurban), lokasi penyembelihan binatang qurban
3.      Masjid Al-Khaif. Lokasi Nabi Muhammad SAW melakukan shalat dan khotbah ketika berada di Mina sewaktu haji
4.   Masjid Al-Baiah. Lokasi Nabi Muhammad SAW dibaiat oleh orang-orang Anshor yang datang dari Madinah 1 tahun sebelum hijrah.

KEISTIMEWAAN MINA
1.  Kawasan ini pada hari-hari biasa tampak sempit dan menjadi luas secara otomatis sehingga dapat menampung berjuta-juta orang, hal ini sesuai dengan ucapan Rasul Allah SAW, “Sesungguhnya Mina itu seperti rahim, yang mana ketika terjadi kehamilan, diluaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”. Maka sudah semestinya kita tidak perlu khawatir tidak dapat tempat di Mina pada waktu haji.
2.   Batu kerikil yang dilontarkan waktu Jumrah adalah diangkat oleh Malaikat ke langit bagi batu yang dilontarkan oleh jamaah haji yang hajinya diterima oleh Allah SWT. Dan batu yang dilontar oleh mereka yang hajinya tidak diterima, dibiarkan menetap di sekitar Jumrah yang akhirnya dibersihkan oleh petugas kebersihan.
Hal ini sesuai dengan ucapan Abdullah Ibnu Umar salah seorang sahabat Nabi yang sangat alim, “Demi Allah, sesungguhnya Allah mengangkat ke langit batu yang dilontarkan ke Jumrah oleh mereka yang hajinya diterima oleh-NYA”. Dalam kita Syifa’ Al-Gharam   diterangkan bahwa Syeikh Abu Nu’man Al-Tabrizi yaitu Mufti Masjidil Haram pada zamannya pernah dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan betapa batu-batu itu berterbangan naik ke atas kearah langit.
Sudah banyak ahli-ahli riset melakukan penelitian tentang batu ini, dan mereka berkesimpulan rata-rata setengah dari jumlah batu yang dilempar ke Jumrah tidak ditemukan lagi.
Penulis sempat menangis di dekat Jumrah Aqabah, ketika selesai mengadakan riset tentang jumlah batu ini yang berkesimpulan bahwa batu yang diambil petugas kebersihan adalah lebih setengah jumlah batu yang dilempar jemaah haji, berarti yang diterima oleh Allah SWT tidak ada setengahnya dari seluruh jamaah haji yang melontar Jumrah. Penulis merenung dan menerawang penuh tanda tanya apakah batu yang aku lempar termasuk batu yang ada di depanku…?, yang sedang dikeruk dan dinaikkan ke atas truck untuk dibuang seperti sampah…?., dan mengapa Allah hanya menerima sebagian kecil dari hambanya yang sudah jauh-jauh dating ke sini segala kesulitan dan ketabahan agar dapat diterima dalam memenuhi pangilan-NYA..?. Apakah ini semua karena sebagian besar jamaah tidak mengindahkan peraturan ibadahnya sehingga mereka hanya melakukan amalan-amalan yang sesuai dengan rasionya dan sifat kemalasannya…?, ataukah ini hanya peringatan untuk-ku agar lebih mendekatkan diri pada-NYA..?.
Jadi kenyataan yang dihadapkan pada penulis pada saat itu adalah merupakan hal yang tidak masuk akal penulis kecuali kemudian penulis yakin bahwa batu-batu itu memang sebagian dibawa oleh para Malaikat ke langit sesuai dengan perintah Allah SWT.

ICMI Orsat Madinah

No comments:

Post a Comment